PERJALANAN MENJADI DOSEN MUDA
Menjadi dosen muda susah nggak sih?
Kenapa mau jadi dosen?
Prosesnya apa aja sih?
Harus cpns?
Hmmm itu beberapa pertanyaan yang selalu diajukan kepada saya.
Jadi sebenernya, dosen bukan cita-cita saya dari kecil cuma memang saya suka sekali untuk mengajar. Background keluarga saya juga tidak ada yang menjadi guru atau pun dosen. Bapak seorang wiraswasta dan ibu saya adalah ibu rumah tangga. Namun, saya memang suka mengajar karena saya pikir itu seru untuk berbagi kepada orang lain apa yang sudah saya baca/pelajari.
Sejak SMA, saya menjadi tutor mata pelajaran Kimia. Kimia? yap dulu semasa SMA saya suka sekali sama matpel Kimia (karena juga ikut macem olimpiade Kimia gitulah, fyi kelas saya semasa SMA emang isinya siswa-siswa yang sudah di plot di awal sebagai delegasi sekolah di ajang OSN, cuma saya aja yang ga pinter hehehe). Nah terus akhirnya berpikiran kalo ga ada salahnya kan bisa jadi guru les kimia dan itu berlangsung selama satu tahun. Ada perasaan senang ketika bisa menjelaskan materi yang saya sukai, terutama kalo pembahasannya Kimia Organik. Setelah itu, saya off dulu karena urusan Ujian Nasional dan Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Sejak SMA, saya menjadi tutor mata pelajaran Kimia. Kimia? yap dulu semasa SMA saya suka sekali sama matpel Kimia (karena juga ikut macem olimpiade Kimia gitulah, fyi kelas saya semasa SMA emang isinya siswa-siswa yang sudah di plot di awal sebagai delegasi sekolah di ajang OSN, cuma saya aja yang ga pinter hehehe). Nah terus akhirnya berpikiran kalo ga ada salahnya kan bisa jadi guru les kimia dan itu berlangsung selama satu tahun. Ada perasaan senang ketika bisa menjelaskan materi yang saya sukai, terutama kalo pembahasannya Kimia Organik. Setelah itu, saya off dulu karena urusan Ujian Nasional dan Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Setelah memasuki jenjang S1, kok saya ngerasa pengen ya jadi tutor lagi. Nah, kali ini agak beda karena saya mengajar anak-anak SMP dan subject nya Fisika, Biologi, Matematika, Kimia, serta Bahasa Inggris, sembari juga merintis usaha flower shop sendiri. Selain mengasah kemampuan mengajar, kan seneng yak bisa punya uang jajan sendiri dan beli kebutuhan sehari-hari sendiri karena memang sejak kuliah S1 saya sudah mencoba membiayai diri sendiri. Setelah itu, sempat juga menjadi tutor dan trainer di salah satu institusi untuk anak-anak yang akan masuk seleksi PTS/PTN/Sekolah Kedinasan. Lama-lama ngerasa cinta sih sama dunia mengajar.
Kesenangan ini berlanjut hingga saya melanjutkan studi S2. Saya juga tertarik untuk menjadi asisten dosen pada saat itu dan akhirnya saya mencoba untuk mendaftar sebagai asisten mengajar untuk program IUP/International Undergraduate Program di Fakultas Psikologi UGM. Hamdalah diterima. Sempet ragu sih pada saat itu karena takut bakal ngganggu kuliah tapi gaskeun aja ya kan. Waktu itu saya membantu almarhumah Dr. Neila Ramdhani, M.Si., M.Ed. Awalnya deg-degan. Kebetulan Bu Neila juga suka memberikan kesempatan pada saya untuk mengajar di hadapan anak-anak S1 IUP yang pinter-pinter dan jelas pakai bahasa Inggris. Nah, di sini lah kesempatan yang membuat saya semakin suka dengan proses mengajar.
(bersama Bu Neila & mahasiswa IUP UGM)
Satu semester berlalu dengan lancar. Membantu menyiapkan dan menjelaskan materi, serta bertemu dengan adek-adek mahasiswa membuat saya bersyukur bisa mendapatkan kesempatan itu. Mulai kuatlah keinginan untuk menjadi dosen. Sebenarnya, waktu itu saya sempat tidak ingin melanjutkan menjadi asisten dosen karena sudah memasuki semester 3 (yaa itu berarti saya juga sedang mengerjakan tesis). Namun, karena Bu Neila menghubungi dan meminta saya secara personal untuk membantu beliau kembali, yaa akhirnya saya mengiyakan dan lanjut menjadi asisten beliau sambil mengerjakan tesis. Jangan dibayangkan ini tanpa huru hara dan drama ya dengan bilang "ah pasti gampanglah kan kamu pinter". -____________- Please guys, ga ada yang namanya sesuatu itu didapat dengan mudah wey! jelaslah ada usahanya, kurang tidur, begadang, dan lain sebagainyaaa! (tapi tetep waktunya main ya main, nongkrong ya nongkrong, kan saya penganut work hard play hard ehehe).
Bimbingan jalan terus, ga kasih kendor, dan berusaha ngasih yang optimal buat tesis. Setelah lulus sidang akhir, saya mulai berpikir untuk mendaftar kerja menjadi dosen saja. Tentunya ini juga melalui proses yang ga gampang juga. Kebetulan waktu itu UGM lagi membuka pendaftaran Dosen Tetap PTN BH (maksudnya Perguruan Tinggi Badan Hukum yang punya otoritas untuk mengangkat dosen tetap tanpa lewat jalur CPNS, termasuk universitas tempat saya bekerja sekarang). Saya kemudian tertarik untuk mengikutinya. Persyaratan pada saat itu sebenarnya tidak terlalu ribet dan bisa memakai Surat Keterangan Lulus (waktu itu saya belum diwisuda, jadi bisa pakai SKL). Tapiii lha kok ya pas sertifikat PAPS dan TOEFL saya udah hangus, jadi yaa mau ga mau harus tes lagi. Yap, tentunya persiapan belajar TPA dan Bahasa Inggris lagi sekitar semingguan (dasar aku!) sembari mempersiapkan syarat-syarat lainnya macem surat rekomendasi, scan dokumen ini itu lah. Terus juga sebenarnya saya awalnya dalam mode nothing to lose sih, kalo dapat ya alhamdulillah kalo enggak ya coba lagi di tempat lain. Intinya waktu itu coba aja meskipun rumor-rumor ini itu yang beredar mencoba memengaruhi saya. Prosesnya tidak terlalu lama sebenarnya dan pengumumannya pun on time.
Jadi, proses pertama adalah Seleksi Administrasi. Kemudian dilanjutkan dengan Tes Kemampuan Dasar, Psikotest, Wawancara dengan jajaran Dekanat, serta Tes Kemampuan Bidang. Saya waktu itu ikut pendaftaran yang tahun 2019 yaa (kalo mau intip syarat-syaratnya ini linknya http://sdm.ugm.ac.id/kegiatan/pengumuman-seleksi-penerimaan-dosen-tetap-non-pns-universitas-gadjah-mada-tahun-2019/
Hamdalah tahap pertama lolos dan lanjut untuk tahap selanjutnya yaitu TKD dan Psikotest. Isi dari tesnya juga ada wawasan tentang UGM pada saat TKD. Waktu itu TKD dan Psikotest jadwalnya di hari yang berbeda. TKD nya tidak lagi menggunakan pencil paper test tapi sudah computer based. Materi TKD juga isinya tentang materi seperti tes TPA cuma ada yang soal-soal penalaran logika begitu. Kalau Psikotest yaa taulah pasti terkait dengan asesmen psikologis dan dilakukan dari pagi hingga sore gengs! Jadi malemnya jangan sampai ga tidur yaa biar tetep fresh dan bisa mengerjakan dengan seoptimal mungkin.
Setelah itu, saya mulai menanti pengumuman apakah lolos ke tahap terakhir daann hamdalah lolos! Jujur seneng tapi tetep mau rasional juga sih karena saingannya tidak kaleng-kaleng lho ya dan semuanya sudah berpengalaman dalam bidangnya masing-masing. 3 orang sudah Ph.D dari universitas luar negeri yang bereputasi dan sekolahnya pake beasiswa, ada juga senior saya yang alumni LPDP (Mas Restu), sedang yang lainnya sudah bekerja dan expert (ada Psikolog Mbak Admila dan Mbak Elga). Lha saya???? Lulus baru bulan kemarinnya dan belum diwisuda hehehe (menangis hiks) tapi gapapa kan ini bisa jadi pengalaman. Secara umur beliau-beliau semuanya sudah angkatan senior tapi selama proses seleksi beliau-beliau juga tetep down to earth gaes, mudah membaur, dan kami bisa berbagi pengalaman.
(oleh-oleh foto selama tahap terakhir seleksi Dosen UGM)
Oke masuk tahap wawancara. Proses wawancara sudah pasti dilakukan bersama jajaran Dekanat dan diberi opsi menggunakan Bahasa Inggris/Bahasa Indonesia. Begitu halnya pada saat tes microteaching, kami diberikan opsi tersebut. Jujur untuk microteaching, persiapan saya tidak optimal dan saya merasa ala kadarnya sedangkan rekan-rekan yang lain gausah ditanya lagi pasti bagus-bagus dan well prepared. Waktu itu saya lagi kepikiran nyiapin wisuda gaes karena pada saat yang bersamaan tes TKB saya juga di hari saya wisuda (alasan). Wes ambyar wes.
Oya, TKB ini diadakan selama dua hari ya. TKB hari pertama itu dari pagi, saya harus merelakan untuk tidak mengikuti gladhi resik wisuda di Grha Sabha Pramana dan juga tidak bisa menemani keluarga saya yang datang ke Jogja di hari yang sama (sad :( huhu). Hari pertama TKB cukup capek dan kurang tidur. Tapi tetep dong harus semangat kan ya. Setelah selesai, saya langsung ikut gladhi resik wisuda fakultas sore harinya. Pulang-pulang langsung menemani keluarga saya berkeliling Jogja.
Daannn tibalah keesokan harinya yaitu hari saya diwisuda dan juga tes TKB (seneng tapi tegang wey!). Oya, bagi yang udah baca tulisan saya tentang kepergian alm. Bu Neila pasti tau kan kalau malam sebelum saya wisuda dan tes TKB ini beliau wafat. Jujur sudah pasti saya senang akhirnya diwisuda, bertemu dengan teman-teman saya juga. Namun, prosesi wisuda fakultas saat itu dimampatkan karena pada siang harinya akan dilaksanakan upacara pemakaman alm. Bu Neila (banyak banget guys hal-hal yang terjadi di hari itu). Setelah wisuda fakultas selesai sudah pasti ya foto-foto dulu lah ya biar ada bukti kalo wisuda hehehe tapiii ga bisa lama karena jam 2 siangnya saya harus tes TKB hari kedua (menangis).
"Lha terus kamu ganti baju gitu?" Oh jawabannya jelas tidak Fergusso. Saya tes TKB sambil pakai kebaya di saat semua pakai kemeja. Mboh wes, dhal!
"Ga ngantuk? Ga capek?" Oh jelas jawabannya banget! mana semalemnya tidur cuma 2 jam (tau kan kalo wisudaan tuh dandannya dari subuh). Oh men!
Mau tidak mau saya bergegas menuju ruang tes dan yak tes dimulai dan berakhir jam 5 sore. Luaperr rek!
Setelah beberapa minggu berlalu akhirnya pengumuman daaann belum beruntung. Kecewa? Ya pasti kan maunya kerja di Jogja dan mengajar tapi ga kecewa banget karena saya tahu kompetitor lainnya sudah sekaliber itu di bidang psikologi. Wajar lah kalau yang keterima semua S3 dan juga sudah punya pengalaman menjadi dosen di universitas mereka sebelumnya. Pesaing tahun ini memang berat, pembimbing saya (baca: Mas Galang) juga bilang gitu. Setidaknya dari kegagalan ini saya tahu kalau saya harus lebih banyak lagi belajar dan ini adalah pengalaman berharga poolll karena saya jadi tahu bagaimana sih proses seleksi dosen itu. Selain itu, saya juga dapat networking. Lalu nyerah jadi dosen nggak? Jelas enggak dong! (Jangan menyeraah.. Jangan menyerah... ala ala d'Massiv).
Beberapa minggu setelahnya saya dihadapkan dengan pilihan yang menguji komitmen saya untuk tetap menjadi dosen atau tidak. Jadi, waktu itu kebetulan saya juga mendaftar di salah satu perusahaan multinasional dan lolos hingga tahap akhir. Kegalauan dimulai. Perusahaan tersebut berani memberikan gaji yang lumayan lah setiap bulannya tapi saya kembali berpikir apakah yang saya cari sebenernya? Apa yang saya sukai? Tidak ada salahnya memang tidak menjadi dosen, tapi saya merasa lebih hepi sebagai seorang akademisi. Karena galau berhari-hari, akhirnya saya meminta pendapat kepada keluarga. Kalau Ibu dan Adik saya sih membolehkan saja apapun itu. Kalau Bapak juga sih, tapi lebih ke memberikan gambaran kalau berkiprah sebagai seorang pengajar itu bagaimana. Waktu itu saya ingat betul saya sedang mau menonton bioskop dan entah kenapa saya ingin menelpon Bapak untuk meminta pendapat beliau (fyi, saya waktu itu ada pada situasi mendekati deadline untuk memutuskan menerima penawaran perusahaan tersebut). Saya kemudian menjelaskan isi pikiran saya beserta pros cons nya masing-masing pilihan tersebut. Saya merasa saya sudah sejauh ini bergelut di bidang akademik, punya pengalaman mengajar, menjadi asisten dosen, melakukan riset, publikasi jurnal, bertemu dengan mahasiswa, dan yang penting perasaan senang setelah mengajar. Daaaan nampaknya Bapak menangkap hal ini dan beliau bilang kalau menjadi dosen akan bisa banyak bermanfaat dalam membagikan ilmu yang sudah dipelajari dan itu adalah amal jariyah. Semakin banyak yang mendapatkan manfaat semakin baik gitu konsepnya. Sebetulnya Bapak juga tidak terlalu tega kalau saya bekerja di perusahaan karena beberapa alasan. Setelah itu saya sudah mulai membulatkan tekad dan memilih untuk tidak mengambil penawaran dari perusahaan tersebut. Saya akan tetap mencari jalan untuk menjadi dosen.
Hari berganti dan saya mulai mencari lowongan dosen tetap di beberapa universitas hingga akhirnya Universitas Pendidikan Indonesia membuka lowongan Dosen Tetap. Jadi Universitas Pendidikan Indonesia ini adalah percobaan kedua saya setelah UGM (PTN BH juga). Proses seleksinya tidak jauh berbeda dengan pada saat seleksi UGM, hanya saja pada saat itu tesnya beberapa kali molor dari yang seharusnya dijadwalkan. Waktu itu saya harus seminggu sekali PP Jogja-Bandung, seringnya pengumumannya tiba-tiba :( daan yaa lumayan bikin panik. Tapi mana ada usaha yang enak dan instan, ya kan? jangan ngayal!
Proses demi proses dijalani dan saya lebih mempersiapkannya dengan baik. Inget, ga ada yang instan. Kalau ingin sesuatu yang besar ya usahanya harus besar. Jadi setelah dinyatakan lolos administrasi, tahap selanjutnya adalah tes TKD dan juga Tes Wawasan seputar PTN-BH (kalau ngga ngeh itu apa sila di googling sendiri yaa). Waktu itu di pengumuman tidak tertera bahwa akan ada Psikotest, ndak taunya pas hari TKD ternyata juga diberikan Psikotest dannn saya lupa sarapan ya sudah pasti saya laper karena tesnya seharian :(
Setelah itu, saya menunggu pengumuman dan hamdalah lolos ke tahap selanjutnya yaitu wawancara dan TKB. Jujur saat itu saya tidak terlalu tegang karena mungkin sebelumnya sudah pernah menikmati proses yang sama saat seleksi Dosen UGM. Saya mencoba menjawab semua pertanyaan wawancara sebaik dan sesuai dengan apa adanya CV saya. Waktu itu, saya juga bertemu dengan kompetitor yang juga senior-senior saya sewaktu S2 di UGM. Seusainya proses tahap terakhir, saya kembali ke Jogja dan menanti pengumuman.
Pengumuman seleksi dosen UPI sempat diundur dan yang awalnya tidak terlalu cemas menjadi cemas juga. Akhirnya tibalah pada pengumuman. Saya memang waktu itu tidak tahu kalau sudah ada pengumuman. Rekan-rekan yang tes bersama saya yang menanyakan kepada saya apakah saya lolos dan barulah saya cek. Hamdalah lolos. Seneng sebenarnya akhirnya bisa menjadi dosen tetap PTN, namun tiba-tiba agak sedih karena posisinya di Bandung (alasannnya ada di postingan sebelumnya, saya mengidamkan bekerja di Jogja).
Akhirnya niat menjadi dosen dan bisa mengajar dikabulkan oleh Tuhan. Saya tahu ini bukan akhir. Setelah ini masih banyak sekali tanggung jawab yang melekat kepada saya, utamanya adalah menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Harapannya, saya mampu melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dan mendapatkan pengalaman-pengalaman berharga untuk pengembangan karir saya maupun pada diri pribadi.
Bagi teman-teman yang juga ingin menjadi dosen, persiapkan diri sebaik mungkin. Namun, yang utama adalah lakukanlah dari hati karena mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat sejatinya adalah panggilan hati. Menjadi dosen bukan untuk menyandang gelar keren, bukan untuk gaya-gayaan. Mau mengajar dimana saja, mau PTN atau PTS, kita tetap punya tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu kepada orang lain dan tidak boleh asal karena itu akan berdampak pada orang lain juga.
Hmmm panjang juga ya ceritanya. Sampai sini aja ya kali ini ceritanya. Disambung kapan-kapan lagi. Selamat berusaha untuk mimpi kalian masing-masing ya! Intinya, apapun pekerjaannya di situ ada tanggung jawab yang melekat. Pekerjaan apa yang baik untuk diri kita ya kita sendiri yang menentukan. Good luck!
Comments
Post a Comment
I don't hate comments :)