Jarak by Avianti Armand


Ingatan adalah jarak yang memisahkan detik ini dengan cintanya. Tapi juga satu-satunya yang menghubungkan. Selain itu, dia tak punya apa-apa lagi. Terakhir kali mereka bertemu, perempuan itu memintanya melupakannya. Ia mengatakan dengan ringan, “Lupakan saja kalau kita pernah bertemu.”—seolah-olah menyuruhnya melupakan koran hari ini yang tertinggal di kamar mandi. Lalu ia berlalu.
Perempuan itu memang tak pernah datang lagi. Tak pernah menelpon atau mengiriminya email lagi. Tapi punggunggnya adalah hal pertama yang dilihatnya begitu dia membuka mata. Juga belakang kepalanya yang mungil. Dan kakinya yang melangkah menjauh. seolah-olah peristiwa pergi itu baru saja terjadi. Dekat sekali. Berulang kali.

Dia sering bertanya-tanya. Berapa jauh dari sini ke sepotong blueberry cheesecake yang malam itu mereka habiskan berdua? Berapa kilometer yang harus ditempuh untuk mengulang hujan yang membuat mereka hangat selain basah? Berapa kelokan sebelum dia mencapai pematang yang satu siang jelatangnya melukai betis perempuan itu?

“Berapakah jarak dari sini ke waktu itu” ia melontarkan pertanyaan itu pada siapa saja. Tapi tak ada yang tahu jawabnya. Atau mungkin mereka tahu, hanya saja tak ada yang berani pergi. “Perjalanan itu, teman,” kata seseorang akhirnya, “akan memakan waktu satu hati saja.”

Dia memejamkan mata. Menghitung dalam kepala dengan rumus yang hanya dia yang tahu. Kalau mungkin, dia sangat ingin menempuhnya.

--Avianti armand

Comments

Popular Posts

Authorship dan Etika Kontribusi: Sebuah Refleksi Pribadi dari Mahasiswa Doktoral

Tahun Ketiga PhD: Antara Tidak Terasa dan Terasa Banget

Dari Mean ke Multilevel SEM: Sebuah Perjalanan Pendewasaan Berpikir Ilmiah