Katanya sih gitu.

Katanya, segala sesuatu itu sudah ada yang mengatur. Jadi, ya kamu terimo-terimo saja sama apa yang sudah dikasih. Buat apa ngoyo-ngoyo dan susah-susah untuk urip?
Ya sebenarnya tidak ada salahnya berpikir begitu. Tapi, bukankah memang hidup itu harus diperjuangkan? dan bukankah tiap diri punya parameter masing-masing untuk apa yang disebut “tujuan”? Aku, kamu, dan mereka-mereka itu ya punya tujuan masing-masing yang ya cuma kamu yang tau. Ya cuma kamu yang tau kenapa harus, kenapa kita butuh untuk dapat tujuan itu? Ya cuma kita yang tau apakah itu layak untuk diperjuangkan atau tidak. Cuma kita yang tahu apakah tujuan itu bisa membuat kita bahagia atau tidak.
“Tapi kan kalo ngeliat orang lain gini gituu bla bla bla,”.. “Kok dia ga capek sih”, “Pasti hidupnya ga bahagia tuh, ga tenang bla bla bla”.. Hush! Kebiasaan deh ngurusin bahagianya orang, suka banding-bandingin diri sendiri sama orang. Gak baik. Orang lain dengan tujuannya ya biarkan saja. Orang lain mau sudah selesai dengan dirinya ya biarkan saja. Lah kamu udah belum sama dirimu?
Kalo kata Pak Bhina (anggep aja kamu yang lagi baca ini kenal sama beliau hehe), “menjaga kemurnian pikir itu perlu yaitu dengan cara berhenti mengurusi hidup orang lain dan fokus sama tujuan diri”. Kalo kataku, yang tau kamu bisa bahagia dengan cara apa dan bagaimana ya cuma kamu dan memperjuangkan hidupmu itu sebuah keharusan sebagai bentuk menghargai diri. Itu kataku sih, tapi ya jangan percaya sama kataku, kan kamu ya kamu.

- Yogyakarta

Comments

Popular Posts

Authorship dan Etika Kontribusi: Sebuah Refleksi Pribadi dari Mahasiswa Doktoral

Tahun Ketiga PhD: Antara Tidak Terasa dan Terasa Banget

Dari Mean ke Multilevel SEM: Sebuah Perjalanan Pendewasaan Berpikir Ilmiah