PART 2: SELEKSI ONLINE ASSESSMENT BEASISWA LPDP RI


Halo, balik lagi di pembahasan seleksi beasiswa LPDP. Di part kedua ini akan dibahas tentang seleksi yang pada tahun-tahun sebelumnya tidak ada yaitu Seleksi Online Assessment. Nah, setelah kita dinyatakan lulus tes seleksi administrasi, maka selanjutnya kita akan mendapatkan undangan lengkap beserta tata cara untuk mengikuti seleksi online assessment  via email. Jadi saya merupakan salah satu korban yang mengalami seleksi online assessment yang baru diujikan pertama kali tahun ini. Jadwalnya tidak ditentukan jamnya melainkan kita bisa mengambil tes tersebut jam kapanpun selama masih di tanggal yang sudah ditentukan (pukul 00.00 - 23.59). Akhirnya, saya memutuskan untuk mengambil tes ini sekitar pukul 3 pagi setelah sholat tahajud (berdoalah sebelum mengerjakan segala sesuatunya yaa teman-teman).

Ada dua rangkaian assessment yang harus kita lalui, diantaranya VMI (Values and Motives Inventory) dan 15FQ+ (15 Factors Questionnaire Plus).
VMI terdiri dari 122 item. Jadi ada sejumlah pernyataan lalu kita disuruh memilih sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. VMI ini merupakan assessment yang memberikan profil mengenai nilai-nilai dan motivasi yang menentukan seberapa besar energi atau upaya yang akan dikeluarkan seseorang di tempat kerja. Tidak ada batas waktu dalam menyelesaikan tes ini, namun rata-rata bisa diselesaikan dalam 20 menit saja.
Kemudian tes kedua yaitu 15FQ+ adalah sebuah kuesioner yang dirancang untuk melihat gambaran umum kepribadian seseorang. Tidak ada jawaban benar atau salah dalam menjawab tes ini. Tes ini bisa diselesaikan dalam waktu kurang lebih 30 menit.

Pada dasarnya, untuk lolos assessment online ini gampang-gampang sulit. Tes ini kan basisnya adalah tes dimana kita memberikan jawaban apa adanya sesuai diri kita. Menurut saya, jika kalian memang sudah memiliki komitmen untuk menjadi generasi penerus bangsa yang bisa memajukan negara ini, maka akan sangat mudah mengerjakan ini. Kalian tidak akan membuat jawaban yang dibuat-buat atau berpura-pura agar terlihat baik tetapi kalian sudah punya values tersendiri dalam diri kalian. Percuma mencari bocoran karena setiap orang pasti memiliki nila-nilai dan kepribadian yang berbeda-beda. Jika nilai-nilai dan kepribadian yang kalian miliki dirasa fit dengan beasiswa ini pasti kalian akan lolos.

Kalian bisa mempersiapkan diri kalian sebelum mengikuti seleksi ini. Jangan tidur terlalu malam agar badan dan pikiran bisa fresh dan bisa berkonsentrasi. Pilihlah waktu dimana kalian merasa nyaman mengerjakannya dan tanpa gangguan (kalo saran saya sih di pagi hari). Pilih lokasi yang kondusif dan koneksi internet yang stabil. Oya, pastikan mengerjakan melalui PC yaa jangan via mobile phone. Duduk yang nyaman, jangan lupa berdoa dulu, dan mulai deh mengerjakannya. Gugup itu wajar tapi jangan sampai merusak konsentrasi yaa. Do your best and Good Luck!

Comments

Post a Comment

I don't hate comments :)

Popular Posts

Authorship dan Etika Kontribusi: Sebuah Refleksi Pribadi dari Mahasiswa Doktoral

Image
Baru-baru ini aku sedang menyusun sebuah draft opinion paper yang bersumber dari esai ujian komprehensifku yang mana proses penyusunannya dilakukan berbulan-bulan. Paper ini mendapat respons positif dari pembimbing dan komite doktoralku, sehingga mereka menyarankan agar segera aku submit ke jurnal ilmiah. Ketika diskusi soal pengiriman paper ini berlangsung, advisorku bertanya: “Apakah semua anggota komite mau dicantumkan sebagai co-author ? Tanyakan dulu, karena tidak semua merasa nyaman namanya muncul jika merasa kontribusinya tidak signifikan.” Kemudian beliau menjelaskan bahwa menurut APA Publishing Policies , konsep authorship mengikuti prinsip contributorship . Ini artinya, authorship bukan hanya untuk mereka yang menulis, tetapi juga bagi siapa pun yang memberi kontribusi ilmiah substansial, seperti: Konseptualisasi ide dan tujuan penelitian, Mendesain metodologi atau pendekatan penelitian, Melakukan analisis formal yang signifikan, Berpartisipasi aktif dalam pen...
Read more

Tahun Ketiga PhD: Antara Tidak Terasa dan Terasa Banget

Image
Tidak terasa (eh, kadang terasa juga ding 😅) perjalananku sebagai mahasiswa PhD kini resmi genap tiga tahun. Aku menutup tahun ini dengan menyelesaikan doctoral exam tahap dua (dari total tiga tahap di programku). Ujian ini tidak main-main. Untuk bisa menyusun jawabannya, aku harus membaca minimal 100 artikel ilmiah, baik jurnal maupun buku, yang menjadi dasar teoritis dan metodologis topik disertasiku. Bukan karena apa, tapi itu syaratnya. Kalau tahap pertama namanya Qualifying Exam/Exam Candidacy untuk menilai apakah kita layak menjadi PhD Candidate atau tidak. Tapi ini akan berbeda ya ntah penamaan ujiannya dan juga proses ada berapa tahapan yang harus dilalui (jadi wajib hukumnya kamu baca handbook program yang mau dipilih). Sedikit gambaran, program PhD di Amerika Serikat itu cukup berbeda dari banyak negara lain seperti Indonesia, Jepang, Belanda, atau Inggris. Di sini, mahasiswa PhD wajib menjalani kuliah di kelas ( coursework ) selama dua tahun pertama, bukan langsung ris...
Read more

Dari Mean ke Multilevel SEM: Sebuah Perjalanan Pendewasaan Berpikir Ilmiah

Image
Dulu, ketika aku pertama kali belajar statistik dan analisis data, pendekatan yang kupahami masih sangat tradisional. Misalnya, jika aku ingin mengetahui apakah stres berkaitan dengan fungsi kognitif, maka aku cukup menghitung rata-rata (mean) skor stres dan kognisi setiap orang, lalu yaudah, ambil dua variabel, cari korelasinya. Kalau ada grup berbeda? Pake ANOVA. Mau prediksi? Linear regression. Simple. Logis. Rasanya cukup buat "menjelaskan hubungan antar variabel". Tapi ternyata, makin banyak belajar, makin kerasa: dunia ini lebih kompleks daripada sekadar rata-rata. Dan hasil penelitian bisa misleading kalau kita cuma ngandelin between-person analysis atau data yang dirata-ratain aja. Apalagi kalau kita bicara soal perasaan , kognisi , dan perilaku sehari-hari —nggak sesederhana itu. Makin aku mendalami metode kuantitatif, makin sadar bahwa mean-level analysis atau between-person comparisons itu nggak cukup buat memahami bagaimana proses psikologis bekerja " da...
Read more